cerpen : Bintang

sudah 2 tahun sejak keberangkatan Erwin ke Kanada. sudah setahun pula kami merasakan hubungan jarak jauh. hanya terhubung oleh kecanggihan teknologi. meluapkan rasa rindu sekaligus semakin merasa semakin membohongi diri kami sendiri bahwa kami dapat meluapkan rasa rindu hanya dengan perbincangan 'tak langsung' kami. semu.
betapa aku lebih merindukan perbincangan singkat kami saat Erwin datang berkunjung ke rumah. 2 tahun yang lalu.
ah, perkenalkan namaku Bintang. usiaku berjalan ke 21 tahun. aktivis dalam suatu lembaga sosial, tempat pemuda-pemudi berkumpul meluapkan rasa simpatinya kepada penderita Kanker Paru-Paru. seperti tempo hari, kami berkumpul dalam suatu cafe di tengah kota Surabaya. kami merundingkan untuk melakukan kegiatan amal lagi. berbagi tugas dan aku lagi-lagi menjadi pencari sponsor. mungkin karena aku terlahir memiliki 'bakat' menyusun proposal yang menjadikan calon-pemberi-dana kami tertarik.
disamping sebagai seorang aktivis, aku juga memiliki 'profesi' sebagai seorang mahasiswi. ah, kamu benar, ini bukan profesi ya?

--

12 Januari 2011
"kenapa rambut kamu rontok? aku gak suka liat rambut kamu rontok seperti ini!"
aku terbangun bermandikan peluh. 'mimpi buruk lagi..' batinku sambil terengah-engah, aku menyentuh dadaku. lalu aku memegang rambutku, rontok. seperti di mimpi.
aku menuruni tangga dengan terburu-buru tanpa memedulikan teriakan mama untuk memperlambat langkahku. Emma sudah menungguku di luar, bisa-bisa aku didamprat kalau dalam waktu 10 menit tidak segera keluar rumah.
"lamaaaaa deeeeeeeh." keluh Emma, seperti yang aku duga.
kulirik jam tangan dengan cepat, "baru 5 menit, Ma. udah deh cepetan masuk mobil." kataku sambil berjalan ke mobil, duduk di bangku penumpang di samping bangku supir dan Emma masih ngedumel sambil berjalan ke mobil.
"kamu yakin mau ikutan kali ini? hari ini kan kamu ada jadwal medical check up sekaligus terapi, Bin." tanya Emma dengan khawatir.
"enggak apa-apa, kayak yang tadi aku ceritain aku bisa ikut tapi cuma sampai jam 12. medical check up-nya kan jam 2 siang, Ma. santai aja kali."
"iiih, gimana bisa santai?! kamu jadi gak ada waktu buat istirahat, Bin! pagi ikut nyerahin proposal ke sponsor, siang sampai sore ada jadwal lain kan cuma membuat kamu kecapekan! aku sudah bilang proposal bisa titipin ke aku dan kamu tidak perlu ikut." ucap Emma panjang-lebar.
"ssh, Emmaaa, I am fine! enggak usah kelewat khawatir gitu deh!"
"aku masih inget kejadian yang bahkan belum ada sebulan yang lalu, Bin! fisik kamu drop! pingsan! sampai dilarikan ke UGD, gimana gak khawatir?!"
aku cuma bisa tersenyum melihat kekhawatiran Emma dan terdiam. aku pasti kalah kalau harus berdebat dengannya tentang ini. ya, aku memang lemah.
"jadi, sampai detik ini Erwin belum tahu?" tanya Emma. aku menjawab dengan gelengan pelan.

--

PT. Rajawali Indonesia
kami turun dari mobil dan berjalan memasuki pos satpam perusahaan tersebut untuk melapor diri. apa? melapor? ngg, yeah you know what I mean. sambil memasang cocard bertuliskan 'tamu' di baju kami, kami memasuki gedung perkantoran tersebut dan berjalan ke meja resepsionis.
"Pak Rudi-nya ada di ruangan, mbak?" tanya Emma ke mbak resepsionisnya yang aku lihat namanya Yanti.
"oh, ada. baru saja datang. apa kalian sudah membuat janji?"
"sudah, mbak. kemarin saya telpon Pak Rudi." sahutku sambil melangkah maju ke samping Emma.
"oh, Mbak Bintang ya? silahkan mbak, langsung saja ke ruangan Bapak Rudi di lantai 3." jawab mbak Yanti dengan ramah sambil menunjuk ke arah lift.

--

"nah, sekarang kamu mau langsung aku antar pulang apa mampir ke suatu tempat?"
"aku mau ke bookstore dulu boleh ya, Ma? kalau misal waktunya tidak cukup nanti aku telpon mama, janjian di rumah sakit saja."
"kamu bawa obat? biar nanti kita sempetin makan siang dulu sebelum ke rumah sakit."
"iya bawa." jawabku sambil membuka kerudungku, "Ma, lihat deh, aku botak."
Emma melirikku sekilas dan terlihat murung.
"semalam aku mimpi Erwin pergi menjauhiku saat tahu rambutku rontok dan botak." gumamku dengan terisak.
"aku akan botakin kepalaku." jawab Emma tegas.
aku melihatnya tidak percaya. "tolong, jangan Emma!"
"kalau begitu jangan bersedih, Bin, tolong.. kamu sahabatku satu-satunya, aku akan melakukan apapun supaya kamu tidak sedih."

--

12 Maret 2011. 2 bulan kemudian.
aku mematut diriku dalam cermin. melihat diriku yang semakin hari semakin kurus dimakan kanker paru-paru yang sudah  2 tahun ini hidup di tubuhku dan aku sudah benar-benar botak.
hari ini Erwin sampai di Indonesia dan malam ini ia berjanji akan datang ke rumah.
aku kembali mematut-matut diriku dalam balutan kaus lengan panjang dan jeans. 1 jam lagi Erwin akan datang dan sampai detik ini aku belum siap untuk mengatakan padanya tentang penyakit apa yang aku idap.
kuhirup udara perlahan-lahan, pejamkan mata sebentar dan mulai memantapkan diriku sendiri. 'ini tidak seburuk saat kau mendengarkan diagnosa dokter bahwa kankermu semakin ganas, Bin.'
perlahan-lahan aku keluar dari kamarku dengan kursi roda. beruntung mama berinisiatif memutuskan bahwa aku lebih baik menempati kamar tamu di lantai satu sehingga aku tidak kesulitan saat akan keluar rumah.
kemudiaan, aku duduk di teras rumah, menanti Erwin.
tak lama aku  mendengar deru mobil dari luar rumah, pasti itu Erwin.
Erwin membuka pintu gerbang dan berjalan masuk sambil tersenyum lebar saat melihatku tapi senyumnya perlahan-lahan menghilang ketika ia semakin dekat denganku dan berganti dengan ekspresi kaget. Erwin berlari ke arahku dan seakan siap menubrukku, ia berlutut dan memegang tanganku dengan kencang. aku hanya bisa tersenyum sambil menyapa seramah mungkin, "aku kangen kamu. masuk ke dalam yuk!"
Erwin hanya bisa menuruti kata-kataku sambil mendorong pelan kursi rodaku.

--

"aku mengidap kanker, Win."
"sejak kapan?! kenapa kamu baru sekarang menceritakannya padaku?!"
"2 bulan setelah kamu berangkat ke Kanada. ada untungnya kamu sibuk disana dan gak pulang selama 2 tahun ya, jadi tidak melihatku seperti ini." jawabku perlahan sambil menyeka air mataku yang hendak mengalir.
tidak ada jawaban apa-apa selain Erwin yang tiba-tiba memelukku, "kalau tahu kamu begini, aku akan sering pulang ke Indonesia dan ada di sampingmu saat kamu butuh aku, Bin.."
"sudahlah, Win.. sekarang kita makan malam yuk! mama sudah nunggu di ruang makan tuh. kangen kamu juga katanya." ucapku seringan mungkin.

--

esok paginya, 13 Maret 2011
"selamat pagi, Bintang hidupku~" suara lembut Erwin membangunkanku.
aku membuka mataku perlahan, mengusap mataku lalu tersenyum saat mendapati Erwin ada di sampingku. kepalanya botak. rupanya semalam mencukur habis rambut kepalanya.
"lihat, kita sama-sama botak sekarang. kamu gak perlu malu." gumam Erwin sambil membelai lembut kepalaku.
aku tersenyum sambil mengusap pelan pipi Erwin, "terima kasih." gumamku.
"kamu harus tegar, aku disini buat kamu. kamu harus kuat. kamu harus lihat aku lulus dari universitas dan kemudian kita menikah. kamu juga harus rajin terapi, medical check up dan istirahat. kata mama kamu, kamu suka bolos terapi kan?!" ujar Erwin.
aku terkekeh sambil terus mengusap pipinya.
"sekarang ayo, bangun terus mandi. sarapan lalu berangkat terapi. aku yakin kamu bisa sembuh perlahan-lahan kalau kamu tanamkan keyakinan bahwa Tuhan akan membantumu."
aku menambahkan ucapan Erwin dalam hatiku bahwa aku yakin dengan perasaan sayang Erwin terhadapku, aku bisa bertambah kuat.

This entry was posted on 1/06/2013. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply

please, post your comment